METROINFONEWS.COM | Sinjai – Potret buram pelayanan publik kembali mencuat di Kabupaten Sinjai. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) setempat menuai sorotan tajam setelah beredarnya foto seorang pasien perempuan yang masih terinfus di RSUD Sinjai dipaksa menjalani perekaman e-KTP oleh petugas, Rabu (11/6/2025).
Foto tersebut memicu kemarahan publik. Aksi perekaman terhadap pasien dalam kondisi lemah itu dinilai sebagai bentuk ketidakpekaan dan mencerminkan arogansi birokrasi yang abai terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Tak hanya itu, sorotan terhadap Disdukcapil Sinjai semakin tajam setelah layanan pencetakan e-KTP dilaporkan lumpuh akibat kehabisan tinta printer. Krisis layanan ini berlangsung selama lebih dari sepekan menjelang Hari Raya Iduladha 1446 H, membuat warga kecewa karena harus pulang tanpa kepastian.
Plt. Ketua Umum DPP Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Sinjai (HIPPMAS), Iksan Bil Nasari Patoppoi, mengecam keras buruknya tata kelola di tubuh Disdukcapil.
“Ini bukan sekadar soal tinta atau prosedur administratif. Ini kegagalan manajemen yang serius dan hilangnya nurani dalam pelayanan publik. Kepala Disdukcapil tidak layak lagi memimpin,” tegas Iksan.
Ia juga mendesak Bupati Sinjai untuk segera mencopot Kepala Disdukcapil sebagai bentuk tanggung jawab moral dan administratif.
“Jangan biarkan institusi publik dijalankan secara semrawut hingga menyakiti rakyat kecil. Ini bentuk kelalaian yang tak bisa ditolerir,” tambahnya.
Potensi Pelanggaran HAM dan Administrasi Publik Patut di duga telah terjadi Sebab
dari sudut pandang hukum, tindakan pemaksaan perekaman e-KTP terhadap pasien yang sedang sakit diduga melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Pasal 28G ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia.”
Selain itu, pelayanan publik yang buruk dan tidak terstandarisasi, termasuk lumpuhnya pencetakan e-KTP akibat kehabisan tinta, juga bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, terutama:
Pasal 4: Menjamin hak warga atas pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan akuntabel.
Pasal 21 ayat (1): Mengharuskan penyedia layanan menyediakan sarana dan prasarana pendukung.
Pasal 54: Memberikan sanksi administratif kepada penyelenggara yang lalai atau tidak memenuhi standar pelayanan.
Kondisi ini menunjukkan adanya kelalaian administratif yang serius dan dapat berdampak pada konsekuensi hukum maupun etik bagi pejabat yang bertanggung jawab.
Ketidakmampuan Disdukcapil dalam menjalankan dua fungsi vital perekaman dan pencetakan dokumen kependudukan berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Identitas kependudukan bukan sekadar kartu, tetapi menjadi syarat utama untuk mengakses layanan kesehatan, pendidikan, bantuan sosial, dan hak-hak sipil lainnya. Ketika hak ini terganggu, maka pemerintah dianggap gagal melindungi warganya.
Desakan untuk mencopot Kepala Disdukcapil kini menguat, tak hanya dari kalangan mahasiswa, tapi juga dari berbagai elemen masyarakat sipil.(/*)Ir.T