LUWU UTARA — Kapolres Luwu Utara, AKBP Agung Danargito dan Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani menggelar konfrensi pers di Ruang Media Center Polres Luwu Utara, Kamis (23/7/2020).
Turut hadir dalam konfrensi pers tersebut yakni Kasubbag Dok Liput Divhumas AKBP Andi Erma, Kasubbid Penmas Bid Humas Polda Sulsel Kompol Muh. Arsyad, Kaur Penum Humas Polada Sulsel Kompol Muh. Hatta dan Kalaksa BPBD Lutra, Muslim Muchtar.
Dalam konfrensi pers tersebut, Kapolres Luwu Utara mengungkapkan fakta bahwa hingga saat ini jumlah korban yang meninggal dunia akibat musibah banjir bandang yang menerjang kota Masamba dan Desa Radda sebanyak 38 orang.
“Hingga saat ini berdasarkan data yang kami himpun, korban jiwa yang meninggal dunia akibat banjir bandang sudah 38 (tiga puluh delapan) orang kemudian 4 (empat) orang diantaranya belum teridentifikasi,” terangnya kepada puluhan wartawan.
Agung menjelaskan, untuk korban yang masih dalam proses pencarian ada sebanyak 10 orang dan ada sebanyak 106 orang yang mengalami luka, baik luka ringan maupun berat akibat terjangan banjir.
“Ada sebanyak 10 (sepuluh) orang yang sampai saat ini masih dalam proses pencarian, kemudian ada 106 (serratus enam) orang yang mengalami lula-luka, kemudian ada yang dirawat inap di rumah sakit sebanyak 22 (dua puluh dua) orang dan dirawat jalan sebanyak 84 (delapan puluh empat) orang,” tuturnya.
AKBP Agung Danargito juga jelaskan bahwa bencana banjir bandang yang terjadi pada Senin tanggal 13 Juli 2020 waktu lalu telah meluluh lantakkan sejumlah fasilitas umum yang tersebar di 6 Kecamatan antara lain Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta dan Baebunta Selatan, Malangke dan Malangke Barat. Tak hanya itu, Agung Danargito juga menyebutkan kerugian akibat banjir bandang ditaksir mencapai Rp 50 miliar.
Sementara itu, Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani menjelaskan jumlah pengungsi akibat musibah banjir bandang itu sekitar 3.500 (tiga ribu lima ratus) KK atau sebanyak 14.483 (empat belas ribu empat ratus delapan puluh tiga jiwa). Dimana jumlah tersebut saat ini sedang mengungsi di posko-posko pengungsian yang tersebar di wilayah Kabupaten Luwu Utara.
Ditanyakan oleh awak media terkait relokasi hunian sementara (huntara) maupun hunian tetap (huntap) bagi korban banjir bandang yang kehilangan rumah, Indah Putri Indriani paparkan bahwa untuk hunian sementara masih dalam progress pembangunan, dan huntara ini statusnya pinjam pakai.
Sedangkan untuk hunian tetap, Indah jelaskan masih dalam proses konsolidasi dari berbagai assessment terutama dari Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPRKP2) Luwu Utara untuk memastikan berapa kategori jumlah rumah warga yang rusak.
“Kami masih dalam proses konsolidasi data dari berbagai assesmeent, terutama dari DPRKP2 Luwu Utara untuk memastikan berapa rumah dalam kondisi rusak berat, rusak sedang, rusak ringan. Kemudian Berapa rumah yang berada di daerah bantaran sungai yang tentunya tak bisa ditawar dan harus direlokasi karena ini melihat penanganan jangka panjang terutama normalisasi sungai kemudian antisipasi kemungkinan terjadinya banjir susulan,” pungkasnya.
Terkait relokasi lahan untuk hunian tetap, I
pemerintah daerah punya dua lokasi yakni di Dusun Porodoa Desa Mappedeceng dengan luas kurang lebih 12,9 Ha, kemudian di Desa Kamiri dekat Gedung Olahraga (GOR) dengan luas kurang lebih 14 Ha.
“Tentunya untuk huntap ini, pemerintah daerah bekerja sama dengan Kementerian PUPR terutama didalam pembangunan rumahnya. Terkait berapa besaran anggarannya, sudah pasti itu ditentukan dan sangat bergantung dengan jumlah rumah yang akan direlokasi,” terangnya.
Tak hanya itu, Indah Putri Indriani juga menjelaskan upaya pemerintah dalam mengantisipasi banjir susulan. Indah katakan bahwa selama ini pemerintah aktif menyampaikan upaya metigasi.
Bahkan pemda luwu utara tengah menyusun rencana kontigensi untuk bencana alam seperti banjir dan longsor mengingat kabupaten luwu utara memang telah diprediksi sebagai daerah yang rawan banjir dan mengingat Kota Masamba dan sekitarnya dikelilingi oleh delapan sungai besar berada memecah atau membelah Kabupaten Luwu Utara.
”Oleh karena itu, upaya kedepan adalah mendorong metigasi. Salah satu upaya metigasi ini adalah meminta supaya warga tidak lagi bermukim diwilayah-wilayah bantaran sungai atau membuat pemukiman di bantaran sungai. Nah kemudian upaya yang lain adalah upaya adaptasi. Untuk daerah- daerah yang rawan banjir terutama di daerah hilir itu kami menghimbau dalam membangun rumah itu diutamakan rumah-rumah yang tinggi atau rumah panggung,” tandasnya.
“Kemudian sekali lagi kami meminta supaya masyarakat tidak melakukan aktifitas pembangunan pemukiman di daerah bantaran sungai bahkan jika sebisa mungkin di daerah palung sungai juga diharapkan tidak melakukan aktifitas pembangunan pemukiman,” tutupnya.
(Hamsul)