METROINFONEWS.COM | Makassar – Ketua Barisan Muda Kesehatan Indonesia Kota Makassar, Andi Baso, mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan segera mencopot Kepala Dinas Kesehatan Sulsel.
Desakan ini muncul setelah adanya kebijakan mutasi besar-besaran di lingkup Dinas Kesehatan yang dinilai tanpa dasar pertimbangan yang matang.
Menurut Andi Baso, mutasi ASN harus dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. “Dalam UU ASN Nomor 20 Tahun 2023, mutasi dan rotasi pegawai wajib didasarkan pada kebutuhan organisasi, kompetensi, dan kualifikasi jabatan.
Jika terbukti dilakukan tanpa analisis jabatan dan beban kerja, maka kebijakan tersebut dapat dikategorikan sebagai maladministrasi,” tegasnya, Selasa (27/8/2025).
Baso menambahkan, Kepala Dinas Kesehatan Sulsel harus bertanggung jawab jika kebijakan mutasi tersebut berimbas pada penurunan kualitas pelayanan, bahkan hingga mengancam keselamatan pasien.
“Mutasi yang dilakukan Pemprov Sulsel, khususnya di lingkup Dinas Kesehatan, menimbulkan tanda tanya besar. Apakah sesuai dengan juknis yang berlaku? Faktanya, kebijakan ini justru menimbulkan keresahan bagi para petugas yang dimutasi,” ujarnya.
Data yang dihimpun menunjukkan, ratusan tenaga perawat dimutasi di sejumlah rumah sakit milik Pemprov Sulsel, termasuk RS Labuang Baji, RS Haji, RS Sayang Rakyat, dan RSUD Dadi.
Baso menilai, kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan kondisi riil di lapangan. “Jumlah perawat sangat menentukan kualitas pelayanan.
Di ruang intensive care unit (ICU), idealnya satu perawat hanya menangani satu pasien. Namun, realitanya di lapangan terkadang hanya dua orang perawat yang bertugas pada sore atau malam hari dengan jumlah pasien mencapai 7 hingga 10 orang.
Situasi ini jelas berbahaya dan sangat berisiko bagi keselamatan pasien,” ungkapnya salah seorang perawat yang enggan disebut namanya
Barisan Muda Kesehatan menegaskan, mutasi massal ini harus segera dikaji ulang. Jika tidak, dikhawatirkan akan berdampak pada turunnya mutu pelayanan di rumah sakit milik Pemprov Sulsel, terutama pada layanan keperawatan yang menyangkut langsung keselamatan pasien.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kepala Dinas Kesehatan Sulsel memberikan tanggapan
Tingkatkan Layanan Kesehatan, Nakes RS Pemprov Di Redistribusi, redistribusi dimaksudkan karena
1. Mengurangi jumlah pegawai untuk menghemat biaya operasional rumah sakit yang dinilai berlebih dimana belanja SDM lebih besar dari pendapatan. Hal ini dapat dilihat dari rasio belanja total dan pendapatan BLUD RS yang tidak sehat dan selalu negatif. Sehingga dilakukan redistribusi SDM ke OPD yg membutuhkan. Hal ini diperlukan untuk penyehatan RS
2.Mengalokasikan sumber daya manusia yang ada untuk fokus pada layanan yang lebih penting atau prioritas agar kinerja SDM juga berfungsi optimal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan. Hal ini diperoleh dari temuan Inspektorat dan BPK terkait kinerja SDM RS pemprov. Dimana hal ini dilakukan untuk pemerataan beban kerja PNS yg ada di lingkup pemprov sendiri
3. Mengurangi jumlah pegawai yang tidak sesuai dengan kebutuhan rumah sakit saat ini. Mengingat tidak efektifnya rasio belanja operasional RS dan efisiensi anggaran saat ini yg harus di tanggung sendiri oleh RS melalui dana BLUD masing-masing
Oleh karena itu, pengurangan SDM dilakukan dengan hati-hati dan strategis untuk memastikan bahwa tujuan yang diinginkan dapat tercapai tanpa mengorbankan kualitas layanan dan SDM yg ada. Hal ini didukung oleh adanya program kerja gubernur dalam memperluas layanan kesehatan. Dimana SDM yang diredistribusi ini akan ditempatkan di unit2 layanan yang menjangkau masyarakat lebih luas dengan hadirnya klinik-klinik kesehatan pemprov di tiap2 OPD.
Ini menunjukkan pengurangan SDM bukanlah tujuan akhir melainkan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan kesehatan
Di sisi lain, Pemprov Sulsel melalui Dinas Kesehatan memberikan klarifikasi bahwa mutasi ini bukanlah pengurangan tenaga kerja semata, melainkan bagian dari redistribusi pegawai untuk menyehatkan keuangan rumah sakit dan meningkatkan pemerataan layanan kesehatan.
Ada tiga alasan utama yang disampaikan:
1. Efisiensi Anggaran
Jumlah pegawai di beberapa RS dinilai berlebih, sehingga belanja SDM jauh lebih besar dibandingkan pendapatan BLUD. Rasio belanja yang tidak sehat dan selalu negatif memaksa Pemprov melakukan redistribusi pegawai ke OPD lain yang membutuhkan.
2. Pemerataan Beban Kerja
Temuan Inspektorat dan BPK menunjukkan ketidakseimbangan beban kerja pegawai di RS Pemprov. Redistribusi dilakukan agar tenaga ASN bisa dialokasikan ke unit layanan prioritas yang lebih optimal dan efisien.
3. Penguatan Layanan Publik
Pemprov menegaskan pengurangan pegawai di RS bukan tujuan akhir, melainkan strategi untuk mendukung program gubernur dalam memperluas layanan kesehatan. SDM yang dipindahkan akan ditempatkan di klinik-klinik kesehatan Pemprov di berbagai OPD, sehingga jangkauan layanan masyarakat semakin luas.
“Langkah ini dilakukan dengan hati-hati dan strategis agar efisiensi tercapai tanpa mengorbankan kualitas layanan. Redistribusi justru diarahkan untuk memperkuat akses kesehatan masyarakat,” demikian penjelasan resmi yang disampaikan pihak Dinas Kesehatan Sulsel.
Meski ada klarifikasi, BMKI menegaskan akan terus mengawal persoalan ini. Mereka mendesak Gubernur Sulsel tidak menutup mata terhadap keresahan tenaga kesehatan di lapangan.
“Kalau redistribusi ini memang benar untuk efisiensi, harus transparan. Tapi kalau terbukti justru melemahkan pelayanan rumah sakit, maka Kepala Dinas Kesehatan Sulsel harus dicopot,” tegas Andi Baso.
BMKI menilai, polemik mutasi massal ini menjadi ujian serius bagi Pemprov Sulsel dalam menata manajemen kesehatan, sekaligus memastikan bahwa kebijakan efisiensi tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan keselamatan pasien.(/*)Ir.T











